Kamis, 13 September 2012

ML dengan Ibu Kandung

Aku lahir di Jakarta tahun 1989. Di saat itu mamaku baru berumur 17 tahun. Mama kawin muda karena alasan berbagai macam. Papa kandungku berasal dari latar belakang yang cukup berada dengan bisnis/toko-toko electronic yang lumayan terkenal di Jakarta. Kehidupan rumah tangga kami kurang begitu harmonis. Papa sangat sibuk mengurus toko yang mana cabangnya di mana-mana. Untung saja mama adalah fulltime housewife (ibu rumah tangga). Saat ini mamaku baru saja berumur 36 tahun, dan masih tampak cantik dan berkulit putih bersih.
Di Jakarta, kami hanya memiliki satu pembantu rumah tangga, tidak seperti rumah-rumah tangga yang lainya, yang bisa memiliki lebih dari 2 pembantu rumah tangga. Aku hanya anak tunggal, jadi cukup dengan 1 pembantu rumah tangga saja.
Aku mengalami puberitas sewaktu masih duduk di bangku 2 SMP. Aku mengenal yang namanya blue film, cerita stensilan, dan game computer porno dari teman-teman seperguruan. Kami sering kali bertukar blue film, atau barang-barang pornografi. Sepertinya inilah yang membuatku menjadi sedikit abnormal dengan masalah seksualitas, ditambah dengan kejadian-kejadian aneh di rumah yang sering aku alami.
Posisi kamarku bersebelahan langsung dengan kamar papa/mama. Di tengah malam di saat ingin membuang air kecil, aku sering mendengar desahan mama/papa di saat mereka sedang menikmati malam suami-istri mereka. Pertama-tama aku sangat amat jijik dan risih mendengarnya, kemudian menjadi biasa, dan pada waktu aku menginjak saat SMA/SMU, aku malah menjadi penasaran saja apa yang mereka lakukan di balik pintu kamar.
Di kamar mama ada kipas angin yang menempel di dinding yang digunakan untuk membuang udara dalam kamar keluar. Mama/papa sering lupa menutup kipas angin tersebut di saat menyalakan AC.
Suatu malam, papa/mama sedang ‘gituan’ di dalam kamar, dan mereka lagi-lagi mereka lupa menutup kipas angin mereka. Aku menjadi penasaran, dan ingin mengintip apa yang sedang mereka lakukan di dalam kamar. Aku mendengar jelas suara mama sedang mendesah dan mengeluh panjang, seperti atau mirip dengan wanita-wanita yang pernah aku tonton di film-film bokep. Aku menjadi sedikit kelainan, ingin sekali dan penasaran ingin melihat wajah mama di saat sedang di-’gituin’ oleh papa.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengintip, meskipun aku rasa takutku akan kepergok masih sama besarnya pula. Aku tarik kursi belajarku pelan-pelan, kemudian aku taruh pas di bawah kipas angin. Dengan perlahan-lahan aku naik ke kursi belajar, dan mencoba mengintip sedikit demi sedikit. Untunglah situasi di luar kamar kami tampak gelap, hanya lampu di luar rumah saja yang masih menyala, sehingga bisa mereka tidak mungkin dapat melihat sosokku di balik kipas angin.
Kamar mama masih tampak remang-remang, hanya lampu di samping ranjang mereka yang sedang menyala, namun masih tampak jelas seisi ruangan kamar mereka. Kakiku seperti lemas langsung melihat mama merebah di atas ranjang dengan selangkangannya terbuka lebar-lebar. Aku hanya melihat punggung papa yang penuh dengan peluh keringat dan papa tampak asyik memainkan pinggulnya maju mundur di selangkangan mama. Kedua tangan mama meremas-remas selimut tipis, matanya terpejam, dan bibir mama hanya berkomat-kamit seakan-akan menahan geli dan nikmat yang luar biasa. Jujur saja jantungku berdegup kencang, dan aku pun ikut bernafsu melihat mereka sedang asyik di sana.
Setelah beberapa menit kemudian, tubuh papa tiba-tiba bergetar sedikit, dan papa mulai membuka suara yang amat pelan seperti memberikan aba-aba kepada mama dan mama hanya mengangguk saja seperti mengerti apa yang akan terjadi. Tak lama dari aba-aba papa, tiba-tiba tubuh papa bergetar hebat, dan pinggulnya menekan dalam-dalam ke dalam selangkangan mama. Mama pun sama, seperti sedang keenakan, mama menempelkan kedua telapak tangannya ke pantat papa, dan menekannya dengan kencang, seperti ingin agar yang sedang masuk di selangkangan mama itu tertanam dalam-dalam. Mama mengeluh panjang, begitu juga dengan papa. Papa memeluk mama yang sedang merebah di atas ranjang, sambil menciumi leher mama dengan penuh nafsu.
Karena takut kepergok, aku cepat-cepat turun dan kabur dari sana. Biasanya seabis keluhan panjang mama/papa, karena paling tidak salah satu dari mereka pasti keluar dari kamar. Paling sering mama yang keluar dulu dari kamar, dan langsung ke kamar mandi.
Malam itu aku ngga bisa tidur. Sosok mereka terbayang-bayang di dalam otakku. Mama yang begitu cantik dan lembut, tampak binal dan merangsang sekali di saat ‘begituan’ dengan papa. Seperti singa betina yang haus dengan nafsu birahi. Untunglah papa juga singa jantan yang mampu memuaskan singa betina yang haus itu.
Sejak saat itulah, aku tumbuh sedikit demi sedikit menjadi aneh. Aku suka sekali membayangkan tubuh mamaku sendiri. Aku tau bahwa ini sangat tidak benar. Puberitasku semakin berapi-api. Aku sering sekali mengintip mamaku mandi atau sesekali mengintip sewaktu dia sedang ganti baju di kamarnya. Aku tidak lagi mengintip aksi papa dan mama di dalam hari, karena ada perasaan ngga senang atau jealous.
Tetapi kelainan yang aku alami ini aku simpan sendiri, dan tiada satupun teman atau orang lain yang mengetahui sifat kelainanku ini. Perlu yang para pembaca ketahui, bahwa aku masih suka menonton film biru, dan masih terangsang saja melihat wanita lain dalam keadaan terlanjang di film biru atau mengenakan pakaian seksi di tempat umum. Namun, di samping itu, aku pun juga suka melihat mamaku sendiri dalam keadaan terlanjang. Aku lebih memilih untuk berdiam diri, karena apabila bersuara sekali, bisa heboh dan rusak nama baikku.
Aku cukup memendam perasaan aneh ini lebih dari 3 tahun. Setelah tamat SMA, aku langsung memutuskan untuk kuliah di kota Perth. Aku berangkat ke sana sendirian, dan sempat tinggal di homestay selama 3 bulan, kemudian aku memutuskan untuk tinggal di apartment sendiri dengan alasan kebebasan.
Beberapa minggu setelah aku tinggal di apartment, mamaku memberi kabar bahwa dia akan datang menjengukku sekalian jalan-jalan di negeri Australia. Rencana awal mama akan datang bersama papa dan adik mama. Namun seperti biasanya, alasan sibuk papa selalu saja menjadi penghalang utama untuk tidak ikut dengan mama. Adik mama sebenarnya ingin sekali datang, tapi karena saudara sepupuku (anak dari adik mama) terkena cacar air, jadi urunglah niatnya untuk datang bersama mamaku.
Aku jemput mamaku di airport hari Minggu pagi. Cuaca saat itu lumayan sejuk, dan mungkin terasa dingin untuk mamaku yang datang langsung dari kota Jakarta yang panasnya minta ampun. Aku bawa jaket cadangan, jaga-jaga apabila mungkin mama kedinginan sewaktu keluar dari airport. Saat itu aku sedang liburan pertengahan tahun selama 3 minggu. Jadi kunjungan mama ini tepat pada waktunya.
Betapa gembiranya bisa bertemu mamaku lagi setelah beberapa bulan berpisah. Setelah berpelukan melepas kangen/rindu, kami kemudian naik taxi menuju apartementku. Selama perjalanan kami banyak berbincang-bincang. Mama lebih banyak bertanya daripada aku, terutama tentang bagaimana kehidupanku selama jauh dari orang tua.
Tak lebih dari setengah jam, kami sampai di apartmentku. Setelah membayar uang taxi, kami langsung naik lift menuju kamar apartmentku. Kamar apartmentku hanya ada 1 kamar, dan karena aku baru beberapa minggu pindah di apartment ini, aku belum banyak membeli perabotan rumah. Ruang tamuku hanya ada TV dan 1 bean bag sofa. Aku belum sempat membeli sofa beneran.
“Timmy, kamu kok jorok banget! Apartmentmu berantakan sekali.” sambil mecubit pipiku. Aku hanya tertawa saja.
“Sekarang mama mau kemana? Mau sarapan dulu?” tanyaku.
“Mama pengen tidur-tiduran dulu deh. Tadi mama sudah sarapan di pesawat. Timmy kalo mau sarapan, mama bikinin dah.” tawar mama.
“Hmmm … ngga usah dah … Timmy beli aja di Mc Donald. Breakfastnya lumayan kok. Mama tidur aja dulu.” jawabku. Mama lalu menggangguk, dan aku pun berangkat membeli breakfast meal di Mc Donald. Aku memutuskan untuk sarapan di tempat saja, daripada di bawa pulang.
Setengah jam kemudian aku pulang ke apartment. Suasana di apartementku hening. Kulihat bagasi mama sudah terbuka, aku bisa memastikan mama sudah ganti pakaian. Kemudian ku cek kamarku, kulihat mama sedang tidur pulas di atas ranjangku. Aku membiarkan dia beristirahat dulu. Sambil menunggu mama bangun, aku menghabiskan waktu browsing-browsing Internet di laptopku.
Selang 3 jam kemudian, mama tiba-tiba keluar dari kamar.
“Timmy, kamu lagi ngapain?” tanya mama sambil mulutnya menguap ngantuk.
“Lagi main Internet, ma. Mama sudah lapar belon? Sudah jam 2 siang loh.” tanyaku.
“Belum seberapa lapar sih. Emang Timmy mau makan apa?” tanya mama balik.
“Hmmm … Timmy mau ajak mama makan di restoran Thailand deket sini. Enak banget deh, mama pasti doyan.” ajakku.
“Ok, mama ganti baju dulu yah” singkat mama. Aku pun menggangguk dan bersiap-siap diri.
Mama mengambil baju lagi dari tas bagasinya, dan kemudian masuk ke kamar untuk ganti pakaian. 5 menit kemudian mama keluar dari kamar. Siang itu mama mengenakan kaus ketat, dan celana jeans. Tampak dada montok mama menonjol. Aku jadi sedikit risih melihatnya, meskipun dalam hati ada perasaan senang. Mama tampak seperti wanita yang baru berumur 25 tahunan. Padahal saat itu mama sudah berumur 35 tahun.
Hari itu aku mengajak mama jalan-jalan melihat kota Perth. Mama tampak hepi menikmati liburannya. Tidak bosan-bosannya mama mengambil foto dan sesekali meminta orang yang sedang lewat untuk mengambil foto bersamaku. Dengan wajah mama yang tidak seperti wanita berumur 35 tahun, kami seperti terlihat sedang pacaran saja.
Kami jalan-jalan sampai larut malam, dan kami kembali ke apartment sekitar jam 11 malam lebih. Badanku amat letih, begitu juga dengan mama. Aku senang sekali mama bisa datang ke sini. Selain aku bisa dimanja, aku juga bisa mengajaknya jalan-jalan kemana-mana.
“Mama mandi dulu aja.” suruhku sambil memberi handuk bersih ke mama.
Sewaktu aku sedang unpacking barang belanjaan kami seharian, tiba-tiba terdengar suara mama sedikit teriak.
“Timmy, ini gimana ngunci kamar mandi. Kok mama ngga liat ada kunci di sini?” tanya mama penasaran sambil tubuhnya dibalut handuk. Kulihat pundak dan paha mama yang benar-benar mulus.
“Di sini emang sudah biasa ngga ada kunci di kamar mandi, ma. Sudah biasa aja orang sini.” jawabku.
“Iya, tapi mama ngga biasa.” protes mama kemudian balik ke kamar mandi.
Tak lebih dari 10 menit, mama keluar dari kamar mandi. Malam itu mama mengenakan kaus ketat dan celana boxer yang amat pendek (kira-kira 20 cm dari lutut), sehingga tampak paha mama yang putih mulus dan juga kedua payudaranya yang menonjol karena kaus ketatnya.
Mama kemudian duduk disebelahku seakan-akan melihat sedang apa aku di depan laptopku. Bau sabun wangi terhirup dengan jelas dari tubuh mama. Bau sabun yang tidak asing lagi bagiku.
“Timmy, kenapa kamu belon beli sofa?” tanya mama.
“Belon sempat aja ma.” jawabku santai.
“Besok mau beli sofa? Mama beliin deh.” tawaran mama.
“Boleh aje …” jawabku santai.
“Timmy, sono mandi. Mama pinjam laptop dulu, mau emailin papa dulu.” sambung mama lagi. Tanpa perlu dikomando, aku kemudian bangkit dari bean bag sofa, dan langsung menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, diotakku sempat keluar pikiran jorok. Aku berpikir ingin mengintip mama mandi besok, mumpung tidak ada kunci di kamar mandi apartementku ini.
Setelah selesai mandi dan mengeringkan rambut, kulihat mama masih asyik chatting dengan papa. Aku diminta mama juga ikutan membaca chattingan mereka.
Jam telah menunjukkan pukul 1 pagi. Aku tidak kuat lagi menahan rasa kantuk. Aku berpamitan untuk tidur dulu. Mama masih terlihat asyik ber-chatting ria dengan papa.
Karena aku masih belon punya sofa beneran, malam itu aku tidur bersama mama di satu ranjang. Untung tempat tidurku itu ukuran queen bed, jadi cukup luas untuk 2 orang. Untung mama tidak sungkan atau risih dengan ide tidur satu ranjang. Mungkin karena anak sendiri mungkin mama tidak menaruh curiga atau risih.
Malam itu aku tidur nyenyak sekali, karena sehari sebelum-nya aku kurang tidur karena harus menjemput mama pagi-pagi di airport.
Tepat pukul 8 pagi, aku membuka kedua mataku perlahan-lahan. Sang surya telah terbit dengan cerahnya dibalik gorden/kerai kamar. Aku merasakan ada sesuatu yang lembut dan empuk ditangan kananku. Perlahan-lahan aku menoleh ke kanan, tampak mama yang masih tertidur lelap di samping kananku sambil memeluk lengan kananku. Terasa hangat dan empuk payudara mama di lengan kananku. Baju ketat yang mama kenakan itu terkesan tipis ditambah dengan mama yang tidak mengenakan BH, sehingga terasa betul kekenyalan payudara mama. Wajah mama bersembunyi dibalik lengan kanan atasku, sedangkan paha kanannya menimpa paha atasku. Namun, kedua tubuh kami masih terbungkus selimut tebal.
Pagi itu lumayan dingin, jadi ini mungkin instinct mama (dibawah sadar) untuk mencari kehangatan. Jadi tanpa sadar dia memeluk lenganku, agar merasa hangat.
Perasaanku tidak karuan rasanya. Biasanya setiap bangun tidur, mr junior pasti juga ikut bangun. Tapi pagi ini mr junior bangun dalam keadaan yang benar-benar keras. Aku memilih untuk diam seperti patung. Aku tak ingin goyang sedikit pun. Takut apabila aku goyang sedikit, mama bakalan merubah posisinya lagi.
Jam menunjukkan pukul 9 kurang. Berarti aku telah hampir 1 jam lamanya diam seperti patung. Posisi mama pun tidak berubah pula, malah lebih mengencangkan pelukannya dan paha mulus mama sekarang mendarat di perutku. Mr junior alias batang penisku tertimpa paha mulusnya. Namun bukan berarti mr junior bakalan loyo, justru kebalikannya – makin tegang saja. Jantungku berdegup kencang, karena pikiran kotorku telah meracuni akal sehatku.
Tangan kiriku mulai bangkit dan memutuskan untuk bergerilya di paha kanan mama.
Perlahan-lahan aku mengelus-elus dengkulnya, selang beberapa lama kemudian aku mulai mengelus-elus pahanya. Sungguh susah kupercaya, bahwa paha yang mulus tanpa borok ini adalah milik mamaku sendiri. Aku semakin bersemangat mengelus-elus paha mama. Tubuh mama masih tidak bereaksi. Aku semakin berani dan nekat.
Kini jarak elusan tanganku semakin melebar. Pertama dari dengkul, kemudian merangkak maju sampai ke batas celana boxer mama, sekarang mulai masuk ke celana boxernya.
Hanya dalam hitungan beberapa menit, tubuh mama mulai bereaksi perlahan-lahan dan kesadaran mama pun mulai bangkit perlahan-lahan pula.
“Hmmm … Timmy … kamu lagi ngapain? Geli loh!” tanya mama sambil terkantuk-kantuk, tapi masih memeluk lenganku.
“Anu … Timmy lagi elus-elus mama.” jawabku seadanya plus sedikit panik.
“Ehmm … kalo mau elus-elus mama, punggung mama aja atau rambut mama. Jangan di paha, geli banget di sana.” kata mama.
“Jadi ngga enak?” tanyaku penasaran.
“Bukan ngga enak sayang, tapi geli aja. Enak sih enak, tapi jadinya lain …” ucapan mama stop.
“Lain apanya?” tanyaku lagi.
“Pokoknya lain enaknya. Jangan di sana lagi deh.” pinta mama.
Aku kemudian menghentikan gerilyaku, dan kembali menjadi patung lagi. Aku tidak tau apakah mama merasakan tonjolan mr junior di pahanya atau tidak. Kalo dipikir secara logika, dia pasti merasakan tonjolan keras dibalik celana tidurku, karena pahanya tepat mendarat di sana. Tapi dia tidak beraksi apapun.
Setelah itu, mama tidak bisa lagi tidur. Jadi kami akhirnya ngobrol-ngobrol di atas ranjang dengan posisi yang sama pula.
Sudah hampir 1 jam kami ngobrol di atas ranjang, akhirnya aku meminta mama untuk mandi dulu, karena hari ini kita mau jalan-jalan lagi. Mama kemudian bangkit dari tempat tidur, dan menuju kamar mandi.
5 menit kemudian, aku pun bangkit dari tempat tidur. Kupikir sambil menunggu mama selesai mandi, lebih baik aku menyiapkan sarapan pagi (roti panggang pake selai strawberry).
Setelah berjalan beberapa langkah dari pintu kamar, aku dikejutkan oleh sesuatu di depan mataku.
Kudapat pintu kamar mandi tidak tertutup rapat oleh mama. Ini adalah kesengajaan atau tidak, aku tidak tahu.
Akal sehatku mulai berkelahi dengan akal kotorku. Akal sehatku menyuruhku untuk tidak melihat dibalik pintu yang tidak tertutup rapat itu dan segera langsung menuju ke daput, sedangkan akal kotorku mengatakan kalo hanya mengintip sebentar tidak ada ruginya. Alhasil dari perkelahian akal sehat melawan akal kotor, pemenangnya adalah akal ngga sehatku alias akal kotor.
Aku berjalan sambil berjinjit-jinjit, agar langkah kakiku tidak terdengar olehnya. Kudorong perlahan-lahan pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat tersebut. Posisi shower di kamar mandi tepat disamping pintu kamar mandi. Shower cubic/ruang shower di kamar mandi terlapisi oleh kaca yang bening. Sehingga dapat terlihat dengan jelas siapapun yang mandi di sana.
Kubuka pintu kamar mandi hanya sekitar 1.5 centimeter lebarnya, dan mata kananku perlahan-lahan mulai mengintip lewat celah sempit tersebut.
Hanya sekilas saja, aku langsung menelan ludah, dan jantungku kembali berdegup kencang. Antara takut dan bergairah menjadi satu. Takut apabila nanti kepergok mengintip mandi, dan bergairah karena menonton tubuh bugil mama sedang mandi. Mr junior alias batang penisku kembali mengeras. Napasku jadi tidak beraturan.
Kulihat mama sedang membilas rambutnya dengan shampoo dengan mata yang terpejam, kemudian setelah itu menyabuni tubuhnya (dari dada, perut, punggung, tangan, dan kakinya) dengan shower gel. Oh … sungguh indah pemandangan saat itu. Begitu sempurna tubuhnya di umurnya yang masih 35 tahun.
Hampir 10 menit lamanya aku berdiri termangu di depan pintu kamar mandi. Jantungku terus menerus berdegup dengan kencang-nya. Mr junior pun ikut nyut2an alias menegang pada tegangan yang paling tinggi.
Tiba-tiba mama memutar kran showernya, pertanda mandinya telah selesai. Aku dengan segera lari-lari berjinjit-jinjit menuju dapur. Sesampai di dapur, aku lupa apa tujuan awalku di dapur. Aku hanya membuka-buka lemari di dapur dan kulkas. Mengambil makanan apa saja yang aku lihat.
Tak lama kemudian mama keluar dari kamar mandi dengan santainya dan menuju ke dapur. Tidak tampak di raut wajahnya adanya perasaan kaget atau curiga. Sikap mama biasa-biasa saja sambil berjalan mendekatiku.
“Timmy, kamu mau bikin apa?” tanya mama santai.
“Oh ini … Timmy mau bikin breakfast dulu. Mama siap-siap aja dulu. Kita keluar setengah jam lagi.” jawabku.
“Iya sudah, sini mama yang bikinin, kamu mandi dulu deh. Biar ngga buang-buang waktu.” perintah mama.
Selama di kamar mandi, bayangan tubuh mama tadi yang sedang bugil sambil mandi tidak dapat dengan mudah lepas dari pikiranku. Aku dibikin pusing oleh pikiran jorok ini. Tetapi di dalam hati kecilku berharap agar hari-hari berikutnya aku masih bisa mengintipnya paling tidak sekali atau dua kali, dengan harapan mama mungkin lupa menutup kamar mandinya lagi.
Hari itu kami menghabiskan waktu berjalan-jalan di kota pinggiran dan sempat mampir ke toko furniture untuk membeli sofa. Namun sayang sekali sofa yang kami pilih tersebut masih harus menunggu sekitar 2 minggu untuk bisa diantar ke rumah, karena kami memilih warna sofa yang sedang tidak ada stok barangnya. Jadi si toko tersebut harus membuat yang baru. Bagiku 2 minggu menunggu tidak ada masalah, karena ide untuk membeli sofa bukan datang dariku. Tidak ada sofa pun aku masih bisa bertahan hidup, karena pada dasarnya aku hanya tinggal sendirian saja.
Karena mama bakalan tinggal di Australia ini lebih dari 2 minggu, kami sempat mampir ke travel agent terdekat untuk mencari-cari info tentang holiday di Sydney, Gold Coast, Melbourne, dan Hobart (Tasmania). Namun hari itu kami masih belon memberikan keputusan akan berlibur di kota yang mana. Aku secara pribadi ingin sekali mengunjungi kota Sydney dan bermain-main di theme park di Gold Coast. Kalo mama antar Sydney atau Melbourne. Karena masih belum ada keputusan yang solid, kami tidak mem-booking dulu pake holiday tersebut.
Tak terasa kami seharian keluar rumah. Sesampai di rumah pukul 8 malam. Malam itu kami membeli makanan take away untuk makan malam kami. Terlalu letih untuk makan di restoran lagi, dan terlalu letih untuk memasak di apartment. Jadi membeli makanan take away adalah pilihan yang tepat. Mama membeli paket sushi kesukaannya, dan karena aku tidak doyan sushi, aku membeli paket bento yang berisi nasi, ayam terayaki, dan sayur mayur.
Kami makan sambil ngobrol santai. Kalo dengan mama ada saja yang bisa diobrolkan. Dia sepertinya banyak sekali bahan pembicaraan. Dari cerita kehidupannya, kehidupan papa, dan kehidupan teman-temannya. Termasuk kehidupanku sewaktu masih kecil.
Jam telah menunjukkan pukul 10 malam.
“Besok kita mau ke mana?” tanya mama.
“Hmm … terserah mama. Besok mau coba main golf ngga? Di sini banyak orang Indo pula yang datang untuk bermain golf di sini.” ajakku.
“Tapi mama ngga bisa maen golf. Papa tuh jago maen golf.” puji mama.
“Iya kita ke sana aja. Kita maen aja yang asal pukul aja … namanya Driving Range.” jawabku lagi.
“Ok.” jawab mama singkat.
Aku pun segera beranjak dari meja makan, dan membereskan piring-piring kotor. Mama pun beranjak dari meja makan, kemudian menuju laptopku.
“Mama mau emailin papa dulu yah. Moga-moga dia online. Jadi mama ngga perlu telp. Timmy mandi dulu abis cuci piring yah?!” ujar mama.
Selama aku mencuci piring, suasana menjadi sedikit hening. Mama terlalu berkonsentrasi dengan laptopku menulis cerita tentang kegiatan kita seharian lewat email. Pikiran jorokku mulai kambuh lagi di saat aku sedang asyik mencuci piring. Di dalam hati kecilku juga berharap agar malam ini mama lupa lagi menutup rapat pintu kamar mandinya. Pikiran jorok dan harapan yang tidak tau malu ini masih meracuniku di saat aku sedang mandi malam.
“Ma, Timmy dah selesai mandi. Mama mandi dulu deh.” suruhku.
“Iya, ntar rada tanggung.” jawab mama.
Aku pun duduk bersila di samping mama. Kulihat monitor laptopku. Mama sedang mengetik panjang email tentang kegiatan kami seharian. Dari makan pagi sampai makan malam. Tapi aksiku di pagi hari yang mengelus-elus paha mama jelas tidak diceritakan di email tersebut.
Setelah email itu dikirim, mama pun beranjak dari bean bag sofa dan langsung menuju kamar tidur untuk menata oleh-oleh yang dibelinya seharian dan juga mengambil pakaian tidur barunya sebelum mandi. Aku diam-diam mengamati gerak-gerik mama. Aku berpura-pura mondar-mandi di dapur untuk mencari camilan dan minuman ringan. Sesekali aku masuk ke kamar tidur dengan pura-pura mengambil buku atau mengambil apa aja. Berlagak pura-pura sibuk.
Setengah jam kemudian, mama keluar dari kamar tidur dan menuju kamar mandi. It is the moment of truth (inilah moment yang ditunggu-tunggu).
“Takkk … ” begitulah bunyi pintu kamar mandi. Suara pintu yang tidak begitu keras. Aku mencoba untuk tidak bertindak terlebih dahulu.
Setelah menunggu 5 menit lamanya, aku bangkit dari bean bag sofa-ku dan berjalan berjinjit-jinjit menuju ke kamar mandi untuk mengecek keadaan pintu kamar mandi.
Sesampai di depan kamar mandi, entah mengapa hatiku menjadi girang tak karuan. Sekali lagi, pintu kamar mandi tidak mama tutup dengan rapat. Aku mulai menaruh sedikit kecurigaan dengan kelakuan mama ini. Aku curiga apa ini dilakukan dengan sengaja olehnya. Karena pertama, pintu kamar mandi tidak rusak, dan bisa tertutup dengan rapat apabila memang mau ditutup. Kedua, tadi pagi sewaktu mama selesai mandi, semestinya dia sadar apabila pintu kamar mandi tidak tertutup rapat, bahkan terbuka 1.5 centimeter. Apabila dikata yang tadi pagi itu adalah suatu kesalahan, tidaklah mungkin akan mama lakukan kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya.
Jantungku kembali lagi berdegup dengan kencang, namun kali ini perasaan takutku menjadi sedikit berkurang dibanding yang pagi hari. Karena diotakku telah ada asumsi bahwa ini adalah suatu kesengajaan dari mama. Sekali lagi aku sedang menikmati pemandangan indah yang kurang lebih mirip seperti yang pagi hari.
Ketika aku sedang asyik menonton pemandangan yang indah penuh nafsu itu, tiba-tiba kran shower tiba-tiba dimatikan olehnya. Inilah sinyal untuk segera kembali ke tempat asalku yang tadi. Aku berpura-pura memandangi layar monitor laptopku, namun otak bersihku masih belum sepenuhnya sadar. Aku berpura-pura membuka berita-berita di Internet.
Tidak sampai 5 menit sejak kran shower dimatikan, mama muncul dari kamar mandi. Aku berpura-pura sibuk.
Bau wangi yang tidak asing lagi semakin lama semakin mendekat. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara dibelakang.
“Papa online ngga?” tanya mama.
Alamak … aku kaget sekali dan hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat di sampingku. Mama tiba-tiba bertekuk lutut di sampingku sambil melihat layar monitor laptopku dengan tubuhnya yang setengah basah hanya terbungkus handuk sambil memegang baju kotornya. Aku sampai sempat melongo dengan tingkah mama malam itu. Selama ini belum pernah aku melihat kondisi mama yang seperti ini sewaktu aku masih di Indonesia. Bisa dikatakan kondisi mama saat itu setengah terlanjang. Bahu dan dada atasnya yang putih mulus tampak terlihat dengan jelas.
Aku berpura-pura cool atau bisa dikatakan sok cool. Seperti cuek aja dengan kelakuan mama malam itu.
“Nup, papa ngga online.” jawabku santai.
“Ehmmm … apa belum pulang papa dari kantor?” tanya mama heran.
“Coba aja mama sms papa.” jawabku lagi.
“Iya dah gampang. Mama mau coba packing oleh-oleh lagi deh.” serunya sambil meninggalkan ruang tamu, kemudian menuju kamar.
Aku memutuskan bahwa asumsiku tidaklah salah. Ini pasti ada unsur kesengajaan mama. Aku semakin penasaran saja apa sebenarnya rencana dia.
Otakku semakin berperang, batinku tidak tenang. Positive dan negative tidaklah lagi seimbang. Otakku semakin menjurus ke negative thinking.
Satu jam kemudian, suasana di dalam rumah menjadi hening. Aku tidak mendengar suara gaduh dari kamar tidurku. Yang aku dengar hanya kipas angin laptopku saja. Kulihat jam sudah lewat pukul 12 malam. Aku berjalan pelan-pelan menuju ke kamar, kulihat mama sudah tidur di atas ranjang dengan lampu yang masih menyala.
Aku mematikan laptopku, kemudian sikat gigi, bersiap-siap untuk tidur pula. Besok adalah hari yang panjang lagi. Banyak kegiatan dan aktifitas yang ingin aku lakukan dengannya. Kumatikan lampu kamar tidur, dan kemudian naik ke ranjang dan cepat-cepat menutup selimut.
Aku susah sekali untuk tidur, sudah 15 menit aku membolak-balikkan badanku, mencari posisi yang enak untuk tidur. Otakku yang sebelumnya berpikiran jorok, sekarang menjadi nakal. Entah ada dorongan dari mana, tiba-tiba aku ingin sekali menjahili mama malam itu.
Kucoba memepetkan tubuhku dengan tubuhnya dibalik selimut. Posisi tidur mama sedang terlentang. Perlahan-lahan tangan kananku mendarat ke paha kirinya. Aku diam sejenak seperti patung. Setelah mengatur nafasku, aku mencoba mengelus-elus paha kirinya dengan lembut. Aku kembali teringat kata-kata mama apabila pahanya dielus-elus memberikan kesan yang berbeda enaknya. Aku menjadi penasaran dan ingin tahu perasaan berbeda yang seperti apakah yang dimaksud mama pagi itu.
Setelah lama aku elus-elus paha kirinya, tidak ada reaksi yang berarti darinya. Kucoba naik sedikit mendekati pangkal pahanya. Untung saja malam itu mama mengenakan celana boxer yang sama seperti kemarin malam. Jadi mengelus-elus daerah paha atasnya atau daerah pangkal pahanya tidaklah sulit. Hanya beberapa menit saja, aku merasakan ada reaksi dari tubuh mama. Kedua kakinya mulai sedikit bergerak-gerak. Seperti menahan geli yang nikmat.
Aku semakin berani dan mulai sedikit kurang ajar. Seakan-akan berasumsi bahwa ini adalah lampu hijau, aku semakin nekat saja jadinya. Mr junior kembali menjadi tegak. Nafasku menjadi terputus-putus. Telapak tanganku berusaha mencapai pangkal paha kirinya, dan setelah merasa sudah mentok di sana, kujulurkan jari tengahku untuk menyelinap di balik celana dalam mama.
Ketika sampai pada mulut kemaluannya atau mulut vaginanya, aku merasakan jelas bulu pubis atau istilahnya jembut mama sudah basah, dan hanya dengan hitungan detik tiba-tiba … “Plakkk” … sakit sekali.
“TIMMY … kamu kok kurang ajar sekali ama mama.” bentak mama setelah menampar pipiku.
“Kamu ini belajar dari mana sampai kurang ajar seperti ini.” bentaknya lagi.
Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak bisa melihat wajah mama yang sedang marah karena suasana kamar telah gelap. Aku takut bercampur malu. Tapi rasa takutku lebih banyak daripada rasa maluku.
“Timmy … jawab pertanyaan mama. Kamu kok bisa kurang ajar ama mama.” desak mamaku.
Aku mati kutu, benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Karena memang tidak ada yang mengajariku untuk berbuat kurang ajar seperti itu. Ingin menceritakan kepadanya bahwa aku sering melihatnya ‘bermesraan’ dengan papa, kayaknya sudah tidak mungkin. Karena mungkin itu akan membuatnya semakin marah dan malu. Aku menjadi pasrah saja dengan keadaan.
“Anu … anu … Timmy ngga tau mama.” jawabku pasrah.
“Kalo ngga tau kenapa kamu kurang ajar sekali dan nekat gitu.” tegas mama.
Aku menyesal sekali karena asumsiku ternyata salah total.
Akhirnya aku memilih untuk menyerah dan menceritakan apa yang sedang aku alami sewaktu masih di Indo, dan kelainan aneh yang aku alami dari pertama sampai akhir. Mama mendengarkan dengan seksama dan menderung untuk mendengarkan. Aku bercerita tentang diriku yang aneh dan kejadian-kejadian aneh yang aku alami ini dari A sampai Z cukup lama. Aku menafsir kira-kira 2 jam lamanya aku menceritakan semua isi hatiku ini kepadanya.
Yang mengherankan, justru setelah aku menceritakan semuanya ini, beban perasaan yang aku simpan bertahun-tahun ini langsung lenyap. Meskipun aku tahu bahwa yang mendengarkan ceritaku ini adalah mamaku sendiri.
Setelah ceritaku berakhir, mama hanya diam saja. Tidak ada omelan, ocehan, atau bentakan darinya lagi. Tingkah mama seolah-olah mengerti, memaklumi, dan seolah-olah seperti menemukan jawaban yang dia nanti-nantikan.
Mama kembali merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang sambil membelakangiku. Suasana kembali hening. Aku juga ikut berbaring di atas ranjang. Mataku masih belum terpejam, dan sedang merawang-rawan di atas langit-langit kamar yang gelap. Aku menghela nafas panjang. Kecewa, malu, lega, dan takut menjadi satu.
Kondisi mama pun juga sama, dia juga tidak bisa tidur. Meskipun dia sedang membelakangiku, namun tubuhnya tidak pernah diam. Seperti mau begini tidak enak, mau begitu tidak enak. Aku tidak tau apa yang sedang mama pikirkan, dan aku juga tidak berani bertanya macam-macam lagi. Aku memilih untuk diam dulu.
Tiba-tiba mama membalikkan badannya, dan tanpa aku duga tiba-tiba tangan kanan menyelinap di bawah celana tidurku dan langsung menggenggam penisku yang masih loyo dengan gampang dan cepatnya. Perlu diketahui bahwa aku sampai sekarang ini tidak pernah memakai celana dalam sewaktu tidur, karena alasan kenyamanan saja bila melepas celana dalam waktu tidur. Terang saja tidak sulit baginya untuk menemukan posisiku penisku di balik celana tidurku.
Terus terang aku kaget setengah mampus dengan gelagat mama malam itu. Aku tidak pernah menyangka sama sekali apa yang sedang dia lakukan sekarang. Dengan cepatnya dia menggenggam penisku.
“Mama … ” seruku kaget setengah protes.
“Sssttt … Timmy tenang aja. Anggap ini bonus.” bisik mama. Aku kembali diam, dan membiarkan apa rencana yang akan mama buat malam itu.
Penisku perlahan-lahan mulai mengeras, karena ternyata mama mengganti genggamannya dengan kocokan-kocokan lembut. Jantungku kembali berdegup kencang. Nikmat sekali kocokan-kocokan lembut dari tangannya. Sangat berbeda dengan kocokan tanganku sendiri sewaktu sedang ingin ber-onani.
“Ahhh … ” desahku. Tanpa bisa aku kontrol desahan ini tiba-tiba keluar dari mulutku.
Tak lama kemudian, mama menaruh air liur sedikit di telapak tangannya dan mengocok-kocok lagi penisku. Alamak … kali ini kocokan lebih nikmat dari yang tadi. Air liur mama membuat licin kocokan tangannya, membuatku semakin keenakan dibuatnya.
“Ahhh … ahhh …” desahku makin menjadi-jadi, penisku makin lama makin mengeras. Mama tidak berkomentar sama sekali, dan tetap saja dengan santainya mengocok-kocok penisku. Aku kemudian melepas total celana tidurku, agar memberikan keleluasaan dan ruang lebih lebar untuk memainkan irama kocokannya terhadap penisku.
Kira-kira lebih dari 10 menit, mama sibuk mengocok-kocok penisku, tetapi aku belum menunjukkan tanda-tanda ingin berejakulasi. Nafas mama terdengar sedikit capek.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku menampik tangan mama dari penisku dan aku bangkit menimpa tubuh mama.
“Timmy … mau apa kamu?” tanya mama heran.
“Pengen cobain ma.” jawabku singkat.
“Timmyyy … ini mama … mana bisa begitu. Ini ngga boleh. Tabu kan?!” protes mama.
“Tapi Timmy pengen banget ma.” jawabku lagi sambil berusaha menarik lepas celana boxer mama. Yang membuatku semakin berani, mama tidak berusaha menahan ulahku itu. Setelah aku tarik celana boxernya, tanpa pikir panjang lagi aku tarik pula celana dalamnya dengan secepat mungkin.
Kini mama sudah terlanjang bawah, dan aku pun juga terlanjang bawah. Kemudian kulebarkan selangkangannya agar aku bisa memasukkan penisku ke dalam memek mama. Tiba-tiba kedua tangan mama menutup lubang memeknya.
“Pijitin mama dulu dong?!” minta mama. Mendengar itu aku menjadi sedikit kecewa, meskipun sebenarnya mama telah memberikan lampu hijau kepadaku.
Tanpa banyak bicara, mama membalikkan badannya ke posisi telungkup, pertanda ingin dipijit dahulu. Akhirnya aku mengalah dan berusaha untuk bersabar dulu.
Kupijit leher belakangnya, kemudian turun menuju punggung atas dan turun lagi ke punggu bawah berirama. Aku duduk di atas pantat mama dengan penisku masih saja tegang. Sambil memijitnya, aku juga berupaya menggesek-gesek penisku di celah-celah pantat mama. Memberikan sensasi yang nikmat bagiku. Dan ternyata mama sangat menyukai pijitanku.
“Hmmm …” dengung mama pertanda dia sangat menikmati pijitanku ini.
Tak lama kemudian dia bangkit dari posisinya yang telungkup tadi. Aku mengira dia mau menyuruhku mengakhiri pijitannya. Tapi diluar dugaan, dia melepas baju tidurnya bersama BH-nya tanpa berucap satu kata pun. Aku dapat melihat tubuh bugilnya di balik remang-remang. Sungguh indah tubuh mamaku ini, kataku dalam hati.
Mama akhirnya kembali lagi dengan posisi telungkupnya, berharap untuk kembali dipijit lagi. Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku kembali ke pekerjaanku semula.
Kupijit lagi leher belakangnya, kemudian turun menuju punggung atas dan turun lagi ke punggu bawah berirama. Aku juga masih terus menggesek-gesekkan penisku di celah-celah pantat mama. Kudengar lagi dengungan nikmat darinya.
Aku sekarang menjadi berani. Kucoba mengarahkan ujung penisku di celah dalam pantatnya, berharap aku bisa menemukan bibir memeknya. Mama tidak protes dengan tingkahku itu, dan masih tetap diam. Sambil tetap memijit-mijit punggungnya, aku mencoba mendorong-dorong pinggulku, berharap ujung penisku mampu menembus masuk ke bibir memeknya.
Usahaku ini ternyata tidak terlalu sulit. Karena ternyata bibir memek mama telah menyambut kedatangan penisku dengan kondisinya yang telah basah dan lembab. Aku berhasil menancapkan penisku sedalam 2 centi ke dalam liang memeknya.
“Ahhh … Timmy … kok dimasukkin?” tanya mama pura-pura protes. Aku memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya, dan melanjutkan misiku lagi. Kali ini aku dorong batang penisku dengan paksa, agar terbenam semuanya di dalam memek mama.
“Ohhh …” guman mama.
Memek mama terasa basah sekali, lembab, dan licin. Kini aku menghentikan pijitanku, dan kedua telapak tanganku aku gunakan untuk menjadi tumpuan tubuhku agar tidak menindih tubuh mama. Dengan posisinya yang masih telungkup, aku setubuhi mamaku.
“Ceplak … ceplak …” bunyi seperti tamparan datang dari pantat mama karena aku menyetubuhinya dari belakang dengan posisinya yang masih telungkup.
“Timmmyyy … ahh … ahh … geli sayang …” desahan mama pun makin lama makin menjadi-jadi.
Kukocok terus liang memek mama non-stop. Mama seperti cacing kepanasan, dia remas semua yang ada disekitarnya. Korban yang paling kasihan adalah si bantal, karena dengan posisinya yang telungkup, mama secara praktis nyaris tidak mampu bergerak lebih banyak, sepertinya pasrah menerima hantaman-hantaman nikmat dari batang penisku di dalam liang memeknya.
Remasan tangannya terhadap si bantal semakin menguat, dan tiba-tiba tubuh mama mengejang. Sesaat kemudian dia menutup mukanya dengan bantal sambil mengerang keras.
“Errghhhhhh …” erang mama di balik bantal dengan kerasnya. Mama berusaha meredam erangannya dibalik bantal. Aku menghentikan goyangan pinggulku karena tubuh mama dalam kondisi yang menegang dari biasanya, dan memberikan waktu untuknya mengerang sepuas-puasnya.
“Huh … huh … huh …” nafas mama mulai tidak beraturan seperti baru saja berlari sejauh 2 km tanpa berhenti.
Setelah nafasnya mulai terlihat sedikit stabil, mama membalikkan tubuhnya menjadi terlentang.
“Timmy … kamu bener-bener anak mama yang paling nakal. Pertama berani kurang ajar ama mama, sekarang berani-beraninya gituin mama.” kata mama sambil melebarkan selangkangannya, membuka pintu agar penisku bisa masuk kembali. Mendengar ucapan mama ini, aku tersenyum di dalam keremangan kamar. Kini kamarku penuh dengan hawa nafsu birahi milikku dan mama. Aku sempat berpikir betapa nikmatnya melakukan perbuatan tabu ini bersama mamaku sendiri.
Aku melepaskan baju tidurku yang masih melekat di tubuhku dan kemudian tanpa basa-basi lagi, aku kembali menembak masuk batang penisku ke dalam memek mama lagi.
“Slep …” bunyi penis memasuki liang memek yang sedang pada posisi basah 100%.
Kembali aku menyetubuhi mamaku lagi dengan posisi tubuhnya yang terlentang dengan membuka selangkangannya selebar-lebarnya.
“Ahhh … ahhh … sayang … ” desah mama penuh nafsu. Setiap kata desahan yang keluar dari mulutnya seperti memberikan aliran listrik yang mengalir di tubuhku. Memberikan dentuman-dentuman nikmat disekujur tubuhku.
Tiba-tiba tubuhku sedikit bergejolak dan penisku seakan-akan mengembang sedikit. Inilah pertanda bahwa permainan tabu ini akan segera berakhir. Aku semakin mempercepat goyanganku dan gesekan penisku semakin aku percepat. Kelicinan liang memek mama sangat membantu proses percepatan gesekan dari penisku, dan memberikan sensasi yang makin lama semakin nikmat.
“Timmy sayang … kamu mau datang yah?” tanya mama.
“Iya … mama kok bisa tau?” tanyaku heran.
“Timmy … ini mamamu … mama tau segalanya tentang anaknya … ” jawab mama sambil terus mendesah.
“Ehm … ” responku.
Aku sudah akan mencapai klimaks. Aku tau ini tidak akan lama lagi.
“Timmy boleh keluar di dalam?” tanyaku.
“Di mana pun yang kamu mau sayang … ” jawab mama mesra.
Aku menjadi semakin gila rasanya. Kecepatan gesekan penisku semakin aku tambah. Suara desahan mama pun semakin membabi buta dan tidak terkontrol lagi. Tubuhnya kini kembali menegang seperti sebelumnya.
“Timmy … mama mau dapet sayang … ahhh ahhh” kata mama yang semakin kacau.
Aku merasa telah mencapai 80% mendekati klimaks, dan aku merasa pula sepertinya sebentar lagi mama akan meletup sebelum aku mencari klimaks.
“Ahhh … ahhh … Timmy … udah mauu keluarrrr belonnn?” tanya mama seperti cacing kepanasan.
“Ntar … ntar lagi …” jawabku dengan nafasku yang mulai terputus-putus.
Baru saja aku selesai bicara, tiba-tiba kedua tangan mama mendarat di dadaku dan kedua ibu jarinya mengosok lembut puting susuku.
Ulah mama ini memberikan kejutan mendadak terhadap tubuhku. Rasa geli dan nikmat yang luar biasa sewaktu puting susuku digosok-gosok lembut oleh kedua ibu jarinya, membuatku menjadi kalap dan tidak terkontrol. Seakan-akan dia tau kelemahanku yang mana aku tidak pernah menyadari sejak dulu. Di mana yang tadi masih 80% menuju ejakulasi tiba-tiba meluncur dasyat menjadi 100% akibat ulah mama ini. Aku tidak lagi mampu menahan kedasyatan senjata rahasianya yang baru saja mama keluarkan. Aku hentikan gesekan penisku dan menekan sepenuhnya batang penisku ke dalam liang memeknya tanpa ada sisa 1 milimeter pun.
“Ahhh … Timmy keluarrrr … ahhh ahhh … ” jeritku tak terkontrol lagi sambil memuntahkan semua air maniku di dalam liang memek mama tanpa ampun sambil memeluk tubuh mamaku.
Mama pun juga ikut mengerang, dan lebih dasyat dari yang pertama. Kedua kakinya mengapit pantatku dan menekannya dengan sekuat tenaga seperti berharap agar semua batang penisku tertanam dalam dalam dan memuntahkan semua isinya di dalam liang memeknya.
Setelah erangan kami mulai mereda, kami berdua masih bernafas dengan ngos-ngosan. Seperti baru saja lari maraton jarak jauh.
Dengan nafas yang masih terputus-putus, aku bertanya kepadanya bahwa senjata rahasia yang dia gunakan sebelumnya mampu menaklukkanku dalam sekejab. Dia mengatakan bahwa daerah itu adalah titik kelemahan papa dan dia sebenarnya tidak menyangka apabila daerah itu adalah titik kelemahanku juga. Like father like son begitulah candanya.
Tubuh kami masih saling berpelukan, dan batang penisku masih menancap di dalam memek mama. Aku masih belum ingin menariknya, karena aku suka kehangatan liang memeknya yang kini penuh dengan air maniku sendiri. Aku menghabiskan sisa-sisa waktu yang ada dengan banyak bertanya.
Aku pun bertanya apakah ngga apa-apa aku keluar atau kata lain ejakulasi di dalam memeknya. Mama mengatakan tidak ada masalah, karena dia sudah memakai sistem kontrasepsi rutin.
Aku juga meminta maaf kepadanya karena aku khilaf dan tidak mampu menahan kekuatan nafsu birahiku terhadapnya. Namun mama mengatakan tidak pernah dipikirkan lagi, karena dia mengerti kalo aku sedang menuju masa puber. Tapi dia sempat bercanda dengan mengatakan kepadaku bukan karena alasan puberitas yang harus disalahkan sehingga harus menyetubuhi mamanya sendiri. Aku sedikit malu mendengar pernyataan ini. Mama memintaku berjanji untuk tidak mengulangi perbuataan tabu ini.
Namun dalam singkat cerita saja, selama mama menghabiskan liburannya di sini, aku selalu saja memiliki akal yang mampu mendorong hatinya untuk aku setubuhi lagi. Aku kurang lebih sudah mengerti apa yang bisa membuatnya terasangsan atau horny. Aku sering menawarkan diri untuk memijitnya setiap malam dan bangun tidur, dan tawaran ini tidak pernah ditolak olehnya. Strategy yang aku gunakan selalu sama saja, dan sering berhasil dengan ampuh.
Pernah sekali di suatu malam, sewaktu mama merasa letih dan tidak berminat melayaniku, dimana aku sangat bandel dan berkesan memaksa, akhirnya mama pun menyerah dan pasrah melayani nafsu birahiku karena tidak tega melihatku memohon-mohon padanya untuk dipuasi. Di saat itu juga dia langsung menyerang daerah paling sensitif dan daerah kelemahanku, hanya sekitar kurang dari 2 menit aku sudah mencapai ejakulasiku.
Selama 3 minggu liburan mama di sini mirip seperti sedang berbulan madu. Semuanya serba bersama dengannya. Jalan-jalan bersama, liburan ke Sydney dan Melbourne bersama, mandi bersama, tidur bersama, dan bersama-sama melampiaskan nafsu birahi masing-masing.
Saat ini sudah 3 bulan berlalu semenjak mama kembali ke Jakarta. Aku sudah tidak sabar menunggu libur kuliah. Aku menjadi kecanduan dengan apa yang dinamakan hubungan suami-istri. Namun aku hanya ingin melakukannya dengan mamaku sendiri. Mungkin di Jakarta nanti, tidak terlalu susah bagiku untuk meminta jatah lagi darinya, karena tidak ada yang akan menaruh rasa curiga terhadap kami, karena kami adalah ibu dan anak.
Segini dulu cerita dariku. Aku tidak akan tersinggung bila para pembaca cerita panas di sini menganggap aku aneh atau sakit mental, karena kelainan yang aku alami ini bukan karena unsur kesengajaan. Tapi aku yakin di luar sana banyak individu-individu yang memiliki kelainan yang sama denganku.

KAKAK IPAR KESEPIAN

Sebut namaku Dede, semasa kuliah aku tinggal bersama kakakku Deni dan istrinya Dina. Aku diajak tinggal bersama mereka, karena kampusku dekat dengan rumah mereka, daripada aku kost. Usiaku dengan Kak Deni selisih 5 tahun dan Dina 2 tahun lebih tua dariku.
Karena Kak Deni bertugas di kapal, ia sering jarang di rumah. Sering kulihat Dina kelihatan kesepian karena ditinggal kakakku. Kuhibur dia dan akhirnya kami sering bercanda. Lama-lama Terkesan kalau Dina lebih dekat ke aku dibanding Kak Deni. Karena Kak Deni jarang pulang akhirnya kami sering keluar jalan-jalan. Dan terkadang kami nonton bioskop berdua untuk menghilangkan rasa sepi Dina. Sering Dina dikira pacarku, tentu aku jadi bangga jalan dengannya. Seluk beluk di dirinya membuat mata terpikat dan tak lepas melirik. Keesokan harinya sepulang kuliah kulihat rumah sepi. Sesaat aku bingung ada apa dan kemana Dina. Sesaat kulihat di celah pintu kamarnya ada cahaya TV. Segera kucek apa ia ada di kamar. Kubuka pintunya, sesaat kuterdiam, terlihat di TV kamarnya adegan yang merangsang, sekilas kulihat Dina sedang terlentang dan ia kaget akan kehadiranku. “Maaf Mbak!” sahutku dengan tidak enak.
Lalu kututup pintu kamar dan keluar. Sekilas teringat yang sekilas kulihat tadi. Dina sedang asyik memainkan buah dadanya yang besar dan daerahnya yang indah dengan sebagian kulit yang tak tertutup sehingga memamerkan beberapa bagian tubuhnya. Sesaat beberapa lama di dalam kamar. Rasanya kuingin menonton yang Dina tonton tadi. Lalu kusetel CD simpanan di kamarku. Tampaknya birahiku muncul melihat adegan-adegan itu, sesaat terlintas yang dilakukan Dina di kamarnya. Tubuhnya merangsang pikiranku untuk berkhayal. Akhirnya seiring adegan film aku berkhayal bercinta. Kukeluarkan penisku dan kumainkan. Sesaat aku kaget, Dina masuk ke kamarku. Rupanya aku lupa mengunci pintu. Ia terlihat terdiam melihat milikku. Wajahnya tegang dan bingung. Sesaat kami sama-sama terdiam dan bingung.
“Ma.. maaf, ganggu ya,” tanya Dina dengan matanya yang menatap milikku.
“Eh.. enggak Mbak, a.. ada apa Mbak,” sahutku dengan tanganku yang masih memegang milikku.
“Nggak, tadi ada apa kamu kekamar?” tanya Dina dengan bingung karena kejadian ini.
“Oh itu, sangkain aku rumah kosong, aku nyari Mbak,” sahutku sambil kumasukkan milikku lagi.
“Kamu nonton apa?” tanya Dina lalu melihat film yang kusetel.
“I.. itu.. sama yang tadi,” sahutku dengan isyarat yang ditonton Dina di kamarnya.
Dina terdiam sesaat sambil melihat film.
“Maaf Mbak, boleh pinjem yang tadi nggak?” tanyaku dengan malu.
“Boleh, kenapa enggak?” jawab Dina.
“Mau minjem Mbak.. apa mau nonton di sini?” tawarku kepada Dina.
“Sekalian aja deh, biar rame,” jawabnya.
Adegan demi adegan difilm kami lewati, dan beberapa kali kami mengganti film. Kami juga berbincang dan mengobrol tentang yang berhubungan di film. Mungkin karena kami sering berdua dan bicara dari hati ke hati akhirnya kami merasakan ada kesamaan dan kecocokan. Kami tidak canggung lagi. Rasanya kami sama-sama menyukai tapi kami sadari Dina milik kakakku. Kami akhirnya biasa duduk berduaan dengan dekat. Sering dan banyak film kami tonton bersama. Kami akhirnya mulai sering melirik dan bertatapan mata. Sesaat saat film berputar tanpa kami sadari, tatapan mata kami membuat bibir kami bersentuhan. Tampaknya gairah kami sama dan tak bisa dibendung dan kami tergerak mengikuti iringan gairah dan birahi. Aku pikir ciuman tak apalah, akhirnya bibir dan lidah kami saling bersaing. Nafsu membuat kami terus berebutan air liur.
Beberapa lama kami nikmati kejadian ini, kemudian kami tersadar dan berhenti. Kami hanya bisa diam dalam pelukan. Mata kami tak sanggup bertatapan. Rasanya bingung. Cukup lama kami berpelukan sampai akhirnya kami duduk biasa lagi. Kehangatan tubuh dan sikap Dina memancing birahiku. Beberapa lama kami tak bisa mengeluarkan kata-kata. Perlahan kubuai rambut panjang Dina. Tampaknya ia menyukainya. Perlahan tanganku mengelus pundaknya. Sesaat kami bertatapan lagi. Wajahnya dewasa dan cantik, kurasakan wajah yang mengharapkan sentuhan dan kehangatan. Kurasakan isyarat dari Dina untuk berciuman lagi. Tanpa basa-basi kulahap bibirnya, ahh nikmat rasanya. Bibirnya terasa lembut di bibirku. Lalu dada kami saling berhadapan. Sekilas kulihat buah dadanya yang besar. Lalu kupeluk Dina dengan maksud ingin menyentuh dan merasakan miliknya.
Sesaat kurasakan miliknya di dadaku, besar, empuk dan besar. Perlahan tanganku mengelus-elus pahanya yang lembut dan halus. Sebagai penjajakan kuelus selangkangannya, tampaknya ia menikmatinya. Kurasakan tanganku ia elus sebagai tanda ia menyukainya. Tanpa menunggu aku segera meraba-raba daerah sensitifnya. Sesaat tanganku ia raih dan ia giring ke dadanya. Ahh, akhirnya kurasakan buah dada yang besar di dekapan tanganku. Sesaat kurasakan milikku didekap tangan Dina, ahh rasanya aku menikmatinya. Perlahan tangannya memainkan, nikmat rasanya. Perlahan kulepaskan tangan Dina dari milikku. Kubuka sebagian celanaku sehingga milikku menghunus tegap. Kuraih tangannya dan kuarahkan ke milikku. Sesaat tangannya mendekap milikku, ia mainkan lalu beberapa lama kemudian wajahnya menuju ke milikku dan ia hisap. Ah, lembutnya mulut Dina. Rupanya ia suka menghisap milikku. milikku keluar masuk di mulutnya secara perlahan seiring tangannya yang mengayun-ayun milikku.
Perlahan kuangkat kaosnya sehingga terlihat buah dada yang tertutup bra. Kuraih kaitannya dan kulepas. Perlahan tanganku menyusup di branya lalu meraba dan meremas buah dadanya yang besar, halus dan lembut. Kurasakan putingnya yang kenyal mengeras, dadanya pun mengeras. Lalu tanganku menuju celana pendeknya dan kubuka bersama celana dalamnya. Ahh, indah tubuhnya bila tanpa pakaian dan sangat merangsang. Pinggangnya yang ramping dan pinggul yang lumayan, kulitnya putih bersih dan mulus. Kuelus-elus bokongnya yang halus dan lembut. Pahanya kuraba lalu bulunya dan tonjolan sensitifnya. Seiring hisapannya kumainkan bibir vagina yang sudah basah perlahan jariku masuk ke liang vaginanya. Kurasakan lembut di jemariku, nikmat rasanya.”Dede.. oouuhh..” ucapnya seiring jariku yang tertancap di liangnya. Sesaat kemudian kurasakan gerakan mulut dan nafasnya tambah cepat. Kurasakan air liur Dina membasahi milikku.
Cukup lama mulutnya bermain sampai ku tak tahan menahan maniku. “Mmmhh..” ucap Dina seiring semburanku di dalam mulutnya. Kurasakan mulutnya tetap menghisap milikku, lalu maniku dan terus sampai beberapa lama. Kemudian bibirnya selesai bermain. “Udah De?” sahutnya dengan isyarat apakah aku puas. Aku tersenyum melihat wajah cantiknya yang memucat dan merangsang. Rasanya milikku belum puas masuk di mulutnya. Kemudian ia terbaring dengan jariku yang masih masuk di liangnya. “Mbak yang ini belom,” sahutku dengan isyarat jariku yang keluar masuk di liangnya.”Emang kenapa?” tanyanya dengan isyarat wajah yang menanyakan apa keinginanku. Kemudian kubuat posisi bersetubuh. Kaki Dina mengangkang lebar dan terangkat seakan siap bermain. Bibir vagina yang agak merah terlihat jelas olehku. Milikku yang terhunus akhirnya menyentuh bibir vaginanya yang lembut yang sudah basah. Perlahan kumasukkan dan akhirnya hilang tertelan di liang Dina yang lembut.
“Mmhh..” desah Dina dengan dagunya yang perlahan terangkat dan telapak kakinya memeluk pinggulku. Milikku keluar-masuk diliangnya dan dada Dina membusung seakan tidak kuat merasakan kenikmatan sentuhanku. “Ooouuhh.. oouuhh..” berulang desahan itu Dina keluarkan. Beberapa lama kurasakan nikmatnya tubuh Dina. Perlahan kurasakan pinggul Dina bergerak sehingga mempercepat gesekan penis dan liangnya. Sessat ia dekap tubuhku. Tubuhnya menegang. “Dede..” ucapnya dengan getaran kenikmatan. Aahh Kurasakan penisku didekap kuat liang Dina. “Ooouuhh,” desah nikmat Dina. Kulihat Dina mulai melemas pasrah. Melihat ini gairahku meningkat seakan tubuhnya santapanku. Nafsuku membuat milikku keluar masuk dengan cepat. Ahh, puncakku disaat penisku masih di dalam liang Dina. Aku tak dapat menahan semburanku karena nikmatnya tubuh Dina. “Ooouuhh..” desah Dina mengiringi setiap semburanku. Milikku kubiarkan tertancap terus. Tampaknya Dina tak menolaknya. Tubuhku belum puas menikmati tubuhnya. Terkadang tanganku menikmati dada dan putingnya. Dan beberapa kali kami berciuman lagi. Aku tak peduli walaupun bibirnya bekas milik dan maniku karena benar-benar nikmat.
Sampai tenaga kami pulih, kurasakan dekapan liang Dina yang agak mengering basah lagi. Lalu kami bermain lagi. Ini terus kami lakukan sampai kami tak kuat dan tidur kelelahan. Esoknya kami tersadar dan kami mandi bersama. Tampaknya kami menyukai kejadian kemarin. Rasa bersalah hilang karena Kami rasakan kecocokan, dan kami teruskan hubungan ini. Karena kakakku jarang di rumah kami sering berdua, tidur bersama dan mandi bersama dengan sentuhan-sentuhan yang nikmat. Ini menjadi rahasia kami berdua seterusnya. sampai aku memiliki istri dan sama-sama mempunyai anak kami terus berhubungan.

Debby dan Theo

Pagi itu, sinar matahari belum mampu mengusir embun putih yang menyelimuti sebuah villa mewah di kawasan Puncak Pass. Beberapa gerombol embun masih terlihat melayang-layang tertiup angin. Pucuk-pucuk pinus masih berwarna putih tertutupi embun pagi. Rumput di halaman villa masih basah.

Di dalam bathtub yang berisi air hangat, Theo dan Debby duduk berendam sambil berpelukan mesra. Gadis itu duduk di atas paha Theo. Telapak tangannya mengusap-usap menyabuni punggung guru matematikanya itu, dan ia pun merasakan tangan lelaki itu menyabuni punggungnya. Pelukan mereka sangat erat hingga dada mereka saling menekan satu sama lain. Sesekali Debby menahan nafas ketika menggeliatkan badannya.

Dadanya yang menggeliat menyebabkan puting buah dadanya mengalirkan birahi ke sekujur tubuhnya. Puting itu semakin mengeras setelah beberapa kali bergesekan dengan dada Theo yang licin dipenuhi buih-buih sabun. Pangkal pahanya yang terendam air hangat terasa membakar birahi ketika batang kemaluan lelaki itu menyentuh vaginanya. Debby menggerak-gerakkan telapak tangannya dari punggung hingga ke leher Theo. Sambil menyabuni, ditariknya tengkuk lelaki itu.

"Debby sangat mencintai Theo," bisiknya.

Theo mengusap-usap bahu gadis itu dengan busa sabun yang berlimpah. Busa dan buih-buih berbentuk bola-bola kecil meleleh ke bagian atas dada dan punggung Debby. Lalu ditatapnya wajah yang cantik itu. Wajah yang terlihat semakin menarik karena buih-buih sabun memenuhi lehernya yang jenjang. Disibaknya rambut gadis itu ke belakang. Busa dan bola-bola kecil ikut menempel di rambut gadis itu, kemudian bola-bola itu meletus. Menawan. Sangat cantik dan mempesona, bisik hati Theo.

Mungkinkah aku jatuh cinta untuk yang kedua kalinya?, tanya Theo dalam hati. Jatuh cinta terhadap seorang murid yang masih belia dan nakal? Mengapa? Mengapa..? Apakah karena sensasi dan kemanjaan yang diciptakannya? Ah.., gumam Theo sambil menarik nafas panjang. Lalu dikecupnya anak rambut di kening gadis itu. Ia tak mampu memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di benaknya. Tingkah laku Debby yang lembut dan kadang-kadang liar telah melumpuhkan nalarnya. Ia tak mampu berpikir ketika luapan birahi membakar tubuhnya.

"Theo juga sangat mencintai Debby. Sebelumnya tak pernah Theo rasakan nikmatnya terbakar birahi seperti saat ini.." ujar Theo.

Bola mata mereka saling menatap seolah ingin menjenguk isi hati masing-masing. Lalu Theo menarik tubuh gadis itu agar lebih erat menempel ke tubuhnya. Disabuninya punggung gadis itu dengan kedua telapak tangannya. Sambil mengusap-usapkan busa sabun, telapak tangannya terus menyusur hingga tenggelam ke dalam air. Diusap-usapnya bongkah pantat gadis itu.

Sejenak, ia menahan nafas ketika meremas bongkah pantat yang masih kenyal itu. Karena gadis itu duduk di atas pahanya, bongkah pantat itu terasa lebih kenyal daripada biasanya. Batang kemaluan Theo semakin keras ketika bersentuhan dengan vagina gadis itu. Ia dapat merasakan kelembutan bibir luar vagina gadis itu ketika bergesekan dengan bagian bawah batang kemaluannya. Dan dengan usapan lembut, telapak tangannya terus menyusuri lipatan bongkah pantat yang kenyal itu. Ia dapat merasakan lubang dubur Debby di jari tengahnya. Diusap-usapnya beberapa kali hingga ujung jarinya merasakan kehalusan lipatan daging antara dubur dan vagina.

"Theoo.., Theo nakal!" desah Debby sambil menggeliat mengangkat pinggulnya.

Walau tengkuknya basah, Debby merasa bulu roma di tengkuknya meremang akibat nikmat dan geli yang mengalir dari vaginanya. Ia menggeliatkan pinggulnya. Geliat itu menyebabkan telapak tangan Theo semakin bebas mengusap-usap. Membelai. Ia mengecup leher Theo berulang kali ketika merasakan ujung jari Theo menyentuh bagian bawah bibir vaginanya.

Tak lama kemudian, telapak tangan itu semakin jauh menyusur hingga akhirnya ia merasakan lipatan bibir luar vaginanya diusap-usap. Debby berulang kali mengecup leher Theo. Kecupan panas dan liar sebagai ungkapan luapan birahi yang mendera tubuhnya. Sesekali lidahnya menjilat, sesekali menggigit dengan gemas. Ia dapat merasakan lendir birahi yang semakin banyak bermuara di vaginanya.

Karena vaginanya terendam dalam air, usapan-usapan di dinding dan bibir dalam vaginanya terasa menjadi kesat. Setiap kali mengusap, lendir di vaginanya langsung larut ke dalam air. Ujung jari itu menjadi terasa lebih kasar daripada biasanya. Membakar birahi untuk mengalirkan kadar kenikmatan yang lebih tinggi daripada biasanya. Kenikmatannya hampir setara dengan liarnya lidah Theo yang menari-nari di antara lipatan bibir vaginanya ketika mencumbu vaginanya di balkon villa. Ia terpaksa menahan nafas untuk mengendalikan kenikmatan yang ia rasakan di sekujur tubuhnya.

"Aarrgghh.. Sstt.. Sstt.." rintihnya berulang kali.

Lalu ia bangkit dari pangkuan lelaki itu. Ia tak ingin mencapai orgasme hanya karena usapan-usapan jari yang terasa kesat di lubang vaginanya. Tapi ketika berdiri, kedua lututnya terasa goyah. Rasa nikmat di vaginanya telah membuat dirinya seolah sedang melayang-layang. Lututnya seolah kehilangan sendi.

Dengan cepat Theo pun bangkit berdiri. Tangannya segera membalikkan tubuh gadis itu. Ia tak ingin gadis belia yang dicintainya itu terjatuh. Disangganya punggung gadis itu dengan dadanya. Lalu dituangnya kembali cairan sabun ke telapak tangannya. Dan diusap-usapkannya cairan sabun itu di perut gadis belia itu. Ketika menggerakkan telapak tangannya ke arah atas, busa sabun terdorong dan menggumpal di antara jari jempol dan telunjuknya. Dan ketika buih-buih itu terbentur pada lekukan bawah buah dada gadis itu, ia meremasnya dengan lembut.

Kedua buah dada yang kenyal itu terasa licin dan sangat halus. Telapak tangannya terus bergerak ke atas. Ia sengaja membuka jari jempol dan telunjuknya agar puting buah dada yang masih kecil itu terjepit di jarinya. Sejenak, puting yang terjepit itu diremas-remasnya dengan lembut. Puting kiri dan kanan diremasnya bersamaan. Dilepas. Diremas kembali. Lalu telapak tangannya mengusap semakin ke atas dan berhenti di leher jenjang gadis belia itu.

"Theo, aargh.., lama amat menyabuninya, aarrgghh.." rintih Debby sambil menggeliatkan pinggulnya.

Ia merasakan batang kemaluan Theo semakin keras dan besar. Hal itu dapat ia rasakan karena batang kemaluan itu semakin dalam terselip di antara lipatan bongkah pantatnya. Lalu ia mendongakkan kepala sambil menoleh ke belakang. Diangkatnya tangan kanannya untuk menarik leher lelaki itu, lalu diciumnya dengan mesra. Lidahnya menjulur dan bergerak-gerak liar untuk memilin-milin lidah Theo. Tangannya kirinya meluncur ke bawah, lalu meremas biji kemaluan lelaki itu dengan gemas.

Theo menggerakkan telapak kanannya ke arah pangkal paha Debby. Sesaat ia mengusap-usap bulu-bulu ikal di bagian atas vagina gadis itu. Menikmati bulu-bulu yang masih pendek dan halus itu di ujung jari-jarinya. Lalu telapak tangannya meluncur ke bawah. Diusapnya vagina mungil itu berulang kali. Vagina yang baru kira-kira 7 jam yang lalu selaput perawannya dipasrahkan untuk dilewati oleh cendawan batang kemaluannya.




Jari tengahnya terselip di antara kedua bibir luar vagina itu. Diusapnya berulang kali. Telapak tangannya yang dipenuhi buih-buih sabun membuat bibir vagina dan pangkal paha itu menjadi sangat licin. Klitoris itu seolah bergerak menggeliat-geliat ketika ia mengusapkan telapak tangannya. Klitoris yang semakin keras dan licin karena lendir dan buih-buih sabun.

"Aarrgghh..!" rintih Debby ketika merasakan batang kemaluan lelaki itu semakin kuat menekan lipatan bongkah pantatnya.

Ia merasakan lendir birahinya membanjiri vaginanya. Lendir itu pasti bercampur dengan busa sabun, pikirnya. Lalu ia berjongkok agar vaginanya terendam ke dalam air. Dibersihkannya celah di antara bibir vaginanya dengan cara mengusap-usapkan dua buah jarinya.

Ketika menengadah, ia melihat batang kemaluan Theo telah berada persis di hadapannya. Batang kemaluan itu telah membengkak dan terlihat mengangguk-angguk. Ada setetes lendir menghiasi ujung batang kemaluan itu. Persis di bagian tengah cendawan yang berwarna kecokelat-cokelatan itu. Indah sekali, gumamnya. Lalu ditatapnya warna kemerah-merahan di lekukan antara cendawan dan batang kemaluan itu. Bola matanya berbinar-binar mengamati lekukan yang indah itu.

Setelah puas mengamati, diremasnya batang kemaluan itu dengan lembut. Lalu diarahkan ke mulutnya. Dikecupnya bagian ujung cendawan itu. Terdengar bunyi 'cep' ketika ia melepaskan kecupannya. Setetes lendir yang menghiasi ujung cendawan itu berpindah ke bagian dalam celah kedua bibirnya. Sejenak, matanya terlihat setengah terpejam ketika ujung lidah dan kedua bibirnya mencicipi lendir itu.

Tubuh Theo bergetar menahan nikmat ketika ia melihat lidah dan bibir Debby bergerak-gerak mencicipi lendirnya. Dicicipinya dengan penuh perasaan! Erotis sekali! Batang kemaluannya menjadi semakin keras. Berdiri tegak! Ia meraih bahu gadis itu karena tak sanggup lagi mengendalikan tekanan darah yang memenuhi urat-urat di batang kemaluannya.

Setelah berdiri, Debby merasakan telapak tangan Theo mengangkat paha kirinya. Sambil mencium bibirnya, telapak tangan itu tetap menahan bagian belakang pahanya hingga akhirnya ia terpaksa melilitkan kakinya di pinggang lelaki itu. Ia masih berusaha mengatur keseimbangan tubuhnya ketika Theo menyelipkan cendawan kemaluannya ke celah di antara bibir vaginanya. Karena tubuhnya masih belum seimbang, cendawan itu terlepas kembali. Theo agak menekuk kedua lututnya ketika berusaha menyelipkan kembali cendawan kemaluannya. Ia sudah sangat ingin merasakan kembali vagina yang sempit itu meremas batang kemaluannya. Nafasnya mendengus-dengus tak teratur. Dengan terburu-buru, ia mendorong pinggulnya.

"Argh, aarrgghh.., Theo!" rintih Debby.

"Masih sakit?" tanya Theo.

"Sakit dikit.." jawab Debby.

Theo menarik batang kemaluannya perlahan-lahan, kemudian mendorongnya kembali perlahan-lahan pula. Sambil mendorong, ia menatap vagina gadis itu. Pandangannya nanar seolah ada kabut yang menutupi bola matanya ketika ia melihat bibir luar vagina gadis itu ikut terdorong bersama batang kemaluannya. Ia masih menatap terpesona ketika perlahan-lahan menarik kembali batang kemaluannya. Bibir luar vagina itu merekah dan seolah sengaja memperlihatkan lipatan celah vagina yang berwarna pink!

"Masih sakit, Sayang?"

"Hmm!"

"Sakit?"

"Enaak.., Theo!"

Theo tersenyum. Dilumatnya bibir gadis itu sambil menghentakkan pinggulnya. Dengan cepat, batang kemaluannya menghunjam. Ia menghentikan hentakan pinggulnya dan berdiri kejang setelah merasakan mulut rahim gadis itu tersentuh oleh ujung cendawannya. Lalu ditatapnya raut wajah murid yang dicintainya itu sekaligus dikaguminya!

Selain cantik dan dan seksi, muridnya itu pun tak pernah bertanya atau membantah ketika ia menghunjamkan kemaluannya sambil berdiri. Murid yang patuh sekaligus mempunyai ide-ide liar yang sensasional dalam bercinta. Mungkin muridku ini memang dikaruniai bakat bercinta, kata Theo dalam hati. Bakat untuk menaklukkan lelaki! Alangkah beruntungnya aku menjadi gurunya! Perlahan-lahan Theo menarik batang kemaluannya. Sebelah tangannya meremas bongkah pantat gadis itu dan yang sebelah lagi meremas dada.

"Aarrgghh..!" rintih Debby ketika merasakan batang kemaluan Theo kembali menghunjam vaginanya.

Ia terpaksa berjinjit karena batang kemaluan itu terasa seolah membelah vaginanya. Kedua tangannya dengan erat merangkul leher Theo. Ia ingin menggantung di leher lelaki itu. Lututnya terasa lemas menahan kenikmatan yang menjalari sekujur tubuhnya. Panasnya birahi membuat pori-pori di sekujur tubuhnya menjadi terbuka. Butir-butir keringat mulai merembes dari pori-porinya, bercampur dengan busa sabun yang masih tersisa di beberapa bagian tubuhnya.

Semakin sering ujung cendawan kemaluan lelaki itu menyentuh mulut rahimnya, semakin banyak pula keringat merembes di sekujur tubuhnya. Hingga akhirnya keringat itu terlihat mengkristal di kulitnya! Nafas Debby beberapa kali terhenti ketika Theo menarik dan menghunjamkan batang kemaluannya. Menarik dan menghunjam dengan cepat hingga terdengar 'cepak-cepak' yang merdu setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pangkal paha Theo. Dan setiap kali mendengar suara 'cepak' itu, darahnya seolah terasa berdesir hingga ke ubun-ubun.

"Aarrgghh.., aarrgghh.., Theoo!"

"Theoo.., Debby pipiis..!"

Rintihan itu membuat Theo semakin cepat menghentak-hentakkan pinggulnya. Keringat bercucuran dari dahinya. Ia berusaha menahan nafas untuk mengendalikan tekanan air mani yang ingin menyemprot dari lubang batang kemaluannya. Tapi orgasme gadis belia yang sangat dicintainya itu ternyata membuat ia tak mampu lagi menahan tekanan air mani yang mengalir dari biji kemaluannya. Vagina sempit itu berdenyut-denyut meremas batang kemaluannya. Menghisap air mani yang masih tertahan di batang kemaluannya. Membuat ia tak berdaya untuk mengendalikan desakan air mani yang menyemprot dari lubang batang kemaluannya.

"Aarrgghh..! Aarrgghh..! Debby, aarrgghh..!" raung Theo sambil menghujamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.

"Theoo.., sstt, sstt.." desis Debby berulangkali ketika merasakan air mani lelaki yang sangat dicintainya itu 'menembak' mulut rahimnya.

'Tembakan' yang pertama terasa panas dan menggetarkan hingga membuat tubuhnya berdiri kejang dan punggungnya melengkung ke belakang. 'Tembakan' kedua dan ketiga membuat ia semakin berjinjit setengah bergantung di leher Theo.

"Aarrgghh.., Debby! Argh.., enaknya!" rintih Theo di telinga murid yang sangat disayanginya itu.

"Theoo.., sstt.., sstt..!" desis Debby pula berulangkali sesaat setelah lepas dari puncak orgasmenya!

Kedua telapak tangan Theo memangku bongkah pantat Debby. Telapak tangannya masih dapat merasakan kedutan-kedutan di bongkah pantat itu ketika gadis itu mencapai puncak orgasmenya. Dan dengan tenaga yang masih tersisa di tubuhnya, di tarik bongkah pantat yang kenyal itu agar mereka tak terjatuh. Ia tak ingin gadis itu terjatuh karena ia masih ingin batang kemaluannya tetap terbenam dalam kelembutan vagina yang sempit itu. Vagina yang sangat dikaguminya, muda, segar, dan masih berwarna pink!

"Puas, Sayang?" bisik Theo sambil mengusap-usap punggung Debby.

"Puas banget!"

"Theo sangat menyayangi Debby."

"Debby juga sangat sayang pada Theo," kata Debby sambil mencium bibir Theo.

Mereka masih terus berciuman dengan mesra hingga batang kemaluan Theo mengkerut dan terlepas dari vagina Debby.

Aku dan Baby Sisterku

Malam telah larut dan jam telah menunjukan pukul 9 malam. Sedari siang tadi kakakku bersama suaminya menghadiri pertemuan sebuah Network Marketing dan diteruskan dengan pertemuan khusus para leaders

Untuk menghilangkan suntuk, aku connect ke internet dan berbagai macam situs aku buka, seperti biasa pasti terdapat banyak situs porno yang asal nyrobot. Biasanya aku langsung close karena aku enggak enak dengan kakakku, tetapi malam ini mereka tidak ada dirumah, hanya bersama dengan seorang baby siters keponakanku, namanya Imah baru berumur 18 Tahun dan berasal dari Wonosobo. Memang agak kolotan dan dusun sekali, tetapi kalau aku perhatikan lagi Imah memiliki body yang lumayan bagus dengan wajah yang tidak terlalu jelek.

Kami biasa mengobrolkan acara tivi atau terkadang Im-im (panggilan Imah sehari-hari) aku ajari internet meskipun hasilnya sangat buruk. Entah kenapa malam ini keinginanku untuk melihat situs porno sangat besar dan libidoku naik saat aku lihat foto-foto telanjang di internet, tanpa aku sadari Im-im keluar dari kamar dan berjalan ke arahku entah sudah berapa lama dia berdiri disampingku ikut memperhatikan foto-foto telanjang yang ada di monitor komputer.

"Apa enggak malu ya..?" tanya Im-im yang membuatku kaget dan segera aku ganti situsnya dengan yang "normal". Dengan berusaha tenang, aku minta Imah mengulangi pertanyaannya.

"Itu lho tadi, gambar cewek telanjang yang Mas buat, emangnya nggak malu kalau dilihat orang?"

Memang Imah sangat lugu dan ndusun kalau soal beginian. Dengan santai aku jawab sembari menyuruhnya duduk disebelahku.

"Begini Im, ini foto bukan aku yang buat, orang yang buat ini (sambil aku perlihatkan lagi situs yang memuat foto telanjang tadi), merekakan model yang dibayar jadi ngapain malu kalau dapat duit."

Kemudian Im-im melihat lebih seksama satu per satu foto telanjang itu dengan posisi badan agak membungkuk sehingga terlihat jelas bulatan kenyal panyudaranya, sudah sejak lama aku menikmati pemandangan ini dan aku sangat terobsesi untuk tidur dengan Im-im. Aku tersentak kaget saat Imah bertanya soal foto dimana seorang cowok sedang menjilati vagina cewek.

"Apa nggak geli ceweknya dijilati kayak gitu terus lagian mau-maunya cowok itu jilatin punya ceweknya padahalkan tempat pipis?".

Dengan otak yang sudah kotor aku mulai berfikir bagaimana aku memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.

"Gini Im, vaginanya cewek kalau dijilatin oleh cowok malah enak, memang awalnya geli tapi lama-lama ketagihan ceweknya. Kamu belum pernah coba kan?" tanyaku pada Im-im sambil tanganku membuka foto-foto yang lebih hot lagi.

"Belum pernah sama sekali, tapi kalau ciuman bibir dan susuku diremes sudah pernah, aku takut kalau nanti hamil". (memang Im-im sangat terbuka tentang pacarnya yang di Bogor dan pernah suatu hari cerita kalau pacarnya ngajak tidur di hotel tapi Im-im nggak mau).

"Kalau Cuma kayak gitu nggak bakal bikin hamil, gemana kalau kamu coba, nanti kalau kamu hamil aku mau tanggungjawab dan nggak perlu bingung soal uang, terus kalau ternyata kamu nggak hamil, kamu nanti aku ajari gaya-gaya yang ada difoto ini. Gimana?"

Dan Im-im cuma diam sambil lihatin wajahku, sebenarnya aku tahu dia naksir aku sudah lama tapi karena posisi dia hanya babysiters yang membuatnya nggak PD.

"Benar ya.., janji lho?" pintanya dengan sedikit ragu.

Dan dengan wajah penuh semangat aku bersumpah untuk menepati janjiku, meskipun aku enggak ada niat untuk menepati janjiku. Aku putuskan sambungan internet dan mulai "melatih" Im-im dengan diawali teknik berciuman yang sudah pernah dia rasakan dengan pacarnya, sentuhan halus bibirnya yang lembut membuatku membalas dengan ganas hingga tanpa terasa tanganku telah meremas payudara Imah yang memang masih kencang. Desahan halus mulai muncul saat bibirku menelusuri lehernya yang agak berbulu seolah Im-im menikmati semua pelatihan yang aku berikan.

Aku merasa cumbuan ini kurang nyaman, aku dan Imah pindah ke dalam kamar Im-im, perlahan aku rebahkan tubuhnya dan bibirku bergantian menjelajah bibir dan lehernya sedangkan tanganku berusaha membuka kaos dan BH-nya dan kini separoh tubuh Imah telah bugil membuat libidoku tidak karuan. Tanpa ada keluhan apapun Imah terus mendesah nikmat dan tangannya membimbing tangan kiriku meremas teteknya yang bulat sedangkan payudara kanannya aku lumat dengan bibirku hingga terdengar jeritan kecil Im-im. Entah berapa lama aku mencumbu bagian atas tubuhnya dan sebenarnya keinginanku untuk bercinta sudah sangat besar tetapi aku tahu ini bukan saat yang tepat.

Perlahan aku turunkan celana pendek dan celana dalamnya bersama hingga Imah sepenuhnya bugil dan ini yang membuat dia malu. Untuk membuat Imah tidak merasa canggung aku mencumbunya lebih ganas lagi sehingga kini Imah mendesah lebih keras lagi dan tangan kanannya meremas kaosku untuk menyalurkan gairahnya yang mulai memuncak. Bibirku kini mulai menjalar kebawah menuju vaginanya yang tertutup kumpulan bulu hitam, perlahan aku angkat kedua pahanya hingga posisi selakangannya terlihat jelas. Samar-samar terlihat lipatan berwarna merah di vaginanya dan aku tahu baru aku yang melihat surga dunia milik Im-im.

Cerita Dewasa Kini bibirku mulai menjilati vaginanya yang mulai banjir dengan halus agar Im-im tidak merasa geli dan ternyata rencanaku berjalan lancar, desahan yang tadi menghiasi cumbuanku dengan Imah kini mulai diselingi lenguhan dan jeritan kecil yang menandakan kenikmatan luar biasa yang sedang dirasakan babysiters keponakanku. Semakin lama semakin banyak lendir yang keluar dari kemaluannya yang membuatku lebih bergairah lagi, tiba-tiba seluruh tubuh Imah kejang dan suara lenguhannya menjadi gagap sedangkan kedua tangannya meremas kuat kasurnya. Dengan diiringi lenguhan panjang Imah mencapai klimak, tubuhnya bergerak tidak beraturan dan aku lihat sepasang teteknya mengeras sehingga membuatku ingin meremasnya dengan kuat. Setelah kenikmatannya perlahan turun seiring tenaganya yang habis terkuras membuat tubuhnya yang bugil menjadi lunglai, dengan kepasrahannya aku menjadi sangat ingin segera menembus vaginanya dengan penisku yang sedari tadi sudah tegang.




"Imah merasa sangat aneh, bingung aku jelasin rasanya" katanya dengan perlahan.

"Belum pernah aku merasakan hal ini sebelumnya, aku takut kalau terjadi apa-apa," sambil memelukku erat. Sambil kukecup keningnya, aku jawab kekhawatiranya.

"Ini yang disebut kenikmatan surga dunia dan kamu baru merasakan sebagian. Imah nggak perlu takut atau khawatir soal ini, kan aku mau tanggungjawab kalau kamu hamil," sambil kubalas pelukannya.

Sekilas aku lupa libidoku dan berganti dengan perasaan ingin melindungi seorang cewek, kemudian tanpa disengaja tangan Im-im menyentuh penisku sehingga membuat penisku kembali menegang. Wajah Imah tersipu malu saat aku lihat wajahnya yang memerah, kucium bibirnya dan tanpa menunggu komandoku Im-im membalasnya dengan lebih panas lagi dan kini Imah terlihat lebih PD dalam mengimbangi cumbuanku. Teteknya aku remas dengan keras sehingga Im-im mengerang kecil. Kini bajuku dibuka oleh sepasang tangan yang sedari tadi hanya mampu meremas keras kasur yang kini sudah acak-acakan spreinya dan aku imbangi dengan melepas celana pendekku dan segera terlihat penis yang sudah tegang karena aku terbiasa tidak memakai CD saat dirumah. Melihat pemandangan itu, Imah malu dan menjadi sangat kikuk saat tangannya aku bimbing memegang penisku dan setelah terbiasa dengan pemandangan ini aku membuat gaya 69 dengan Imah berada diatas yang membuatnya lebih leluasa menelusuri penisku.

Setelah beberapa lama aku bujuk untuk mengulumnya, akhirnya Im-im mau melakukan dan menjadi sangat menikmati, sedangkan aku terus menghujani vaginanya dengan jilatan lidahku yang memburunya dengan ganas. Karena tidak kuat menahan rasa nikmat yang menyerang seluruh tubuhnya, Im-im tak mampu meneruskan kulumannya dan lebih memilih menikmati jilatan lidahku di vaginanya dan aku tahu Imah menginginkan kenikmatan yang lebih lagi sehingga tubuh bugilnya aku rebahkan sedangkan kini tubuhku menindihnya sembari aku teruskan bibirku menjelajahi bibirnya yang memerah.

Perlahan tanganku menuntun tangan kanan Im-im untuk memegang penisku hingga berada tepat di depan mulut vaginanya, aku gosok-gosok penisku di lipatan vaginanya dan mengakibatkan sensasi yang menyenangkan, erat sekali tangannya memelukku sambil telus mengerang nikmat tanpa memperdulikan lagi suaranya yang mulai parau. Vaginanya semakin basah dan perlahan penisku yang tidak terlalu besar mendesak masuk ke dalam vaginanya dan usahaku tidak begitu berhasil karena hanya bisa memasukkan kepala penisku. Perlahan aku mencoba lagi dan dengan inisiatif Im-im yang mengangkat kedua kakinya hingga selakangannya lebih terbuka lebar yang membuatku lebih leluasa menerobos masuk vaginanya dan ternyata usahaku tidak sia-sia. Dengan sedikit menjerit Imah mengeluh,

"Aduh.., sakit. Pelan-pelan dong" dengan terbata-bata dan lemah kata-kata yang keluar dari mulutnya. Saat seluruh penisku telah masuk semua, aku diam sejenak untuk merasakan hangatnya lubang vaginanya.

Perlahan aku gerakkan penisku keluar-masuk liang vaginanya hingga menjadi lebih lancar lagi, semakin lama semakin kencang aku gerakkan penisku hingga memasuki liang paling dalam. Berbagai rancauan yang aku dan Imah keluarkan untuk mengekspresikan kenikmatan yang kami alami sudah tidak terkendali lagi, hampir 15 menit aku menggenjot vaginanya yang baru pertama kali dimasuki penis hingga aku merasa seluruh syaraf kenikmatanku tegang. Rasa nikmat yang aku rasakan saat spermaku keluar dan memasuki lubang vaginanya membuat seluruh tubuhku menegang, aku lumat habis bibirnya yang memerah hingga Im-im dan kedua tanganku meremas teteknya yang mengeras. Akhirnya aku bisa merasakan tubuh Im-im yang lama ada dianganku.

Kami berdua tergolek lemah seolah tubuhku tak bertulang, kupeluk tubuh Imah dengan erat agar dia tidak galau dan setelah tenagaku pulih aku berusaha memakaikan baju padanya karena Im-im tidak mampu berdiri lagi. Saat aku hendak mengenakan CD aku lihat sedikit bercak merah dipahanya dan aku bersihkan dengan CD ku agar Im-im tidak tahu kalau perawannya sudah aku renggut tanpa dia sadari.

Kami berdua melakukan hal itu berulangkali dan Imah semakin pintar memuaskanku dan selama ini dia tidak hamil yang membuatnya sangat PD. Tanpa disadari 2 tahun aku menikmati tubuhnya gratis meskipun kini Imah tidak menjadi babysiters keponakanku sebab kakakku telah pindah rumah mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan ke daerah lain. Sekarang Im-im menjadi penjaga rumahku dan sekaligus pemuas nafsuku saat pacar-pacarku tidak mau aku ajak bercinta.

Saat lebaran seperti biasa Imah pulang kampung selama 2 minggu dan yang membuatku kaget dia membawa seorang cewek sebaya dengan Imah dan bernama Dina yang merupakan sepupunya. Memang lebih cantik dan lebih seksi dari Imah yang membuatku berpikir kotor saat melihat tubuh yang dimiliki Dina yang lugu seperti Imah 2 tahun lalu. Pada malam harinya, setelah kami melepas rasa kangen dengan bercinta hampir 2 jam, Imah tiba-tiba menjadi serius saat dia mengutarakan maksudnya.

"Mas, aku sudah 2 tahun melayani Mas untuk membereskan urusah rumah dan juga memberikan kepuasan diranjang seperti yang aku berikan saat ini," Imah terdiam sejenak.

"Aku ingin tahu, apakah ada keinginan Mas untuk menikahiku meskipun sampai saat ini aku tidak hamil. Apa Mas mau menikahiku?"

Aku terhenyak dan diam saat disodori pertanyaan yang tidak pernah terlintas sedikitpun selama 2 tahun ini. Lama aku terdiam dan tidak tahu mau berkata apa dan akhirnya Imah meneruskan perkataannya.

"Imah tahu kalau Mas nggak ada keinginan untuk menikahiku dan aku nggak menuntut untuk menjadi suamiku, 2 tahun ini aku merasa sangat bahagia dan sebelum itu aku telah mencintai Mas dan menjadi semakin besar saat aku tahu Mas sangat perhatian denganku."

Imah terdiam lagi dan aku memeluknya erat penuh rasa sayang dan Imah pun membalas pelukanku.

"Tapi.., aku ingin lebih dari ini. Aku ingin bisa menikmati cinta dan kasih sayang seorang suami dan itu yang membuatku menerima pinangan seorang pria yang rumahnya tidak jauh dari desaku." Aku terhenyak dan menjadi lebih bingung lagi dan belum bisa menerima kabar yang benar-benar mengagetkanku.

Cerita Dewasa Kami berdua hanya bisa diam dan tanpa terasa meleleh air mataku dan aku baru merasa bahwa aku ternyata benar-benar menginginkannya, namun ternyata sudah terlambat. Keesokan harinya aku mengantar Imah ke terminal untuk kembali pulang ke desanya dan menikah dengan seorang duda tanpa anak, menurutnya calon suaminya akan menerimanya meskipun dia sudah tidak perawan. Dengan langkah gontai aku kembali ke mobilku dan melalui hari-hariku tanpa Imah.